Kamis, 19 Juli 2018

One More



“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya.

Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan.

Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhenti. Sebab ia hidup, dan tumbuh setiap waktu. Bukan perihal tentang memendam, tapi rindu tak selalu bertemu. Kan terus kau bahas perihal rasa, rasa yang tak pernah adil akan egomu.

Ada kata yang tak bisa dijelaskan ketika pinta menjadi nyata, ada pula ketika pupus meninggalkan luka. Tapi perlu kau tahu, tak ada rasa yang tak pernah membuatmu luka apabila dirimu menanggapi rasa.

Rasa yang sekali lagi tak dapat kau mengerti seperti apa bentuknya, rasa yang hanya akan kamu rasakan kelak ketika rasa itu bertemu pada rasa yang sama.

Berterimakasihlah kepada ruang tunggu, ruang yang mengajarkan kepadamu perihal menanti yang kadang tak pasti dan buatmu jera. Terimalah kehadiran dengan hatimu lalu katakan pada jarak, bahwa rindu tak pernah salah menepi. Bahwa ia mencipta dirimu menjadi tangguh, menjadi wanita dengan keshalihahan dirimu, menjadikanmu tersampul oleh kebajikan. Katakan pada waktu, yang setia temani tangis dan lukamu.

Luka yang mungkin tercipta tersabab egomu sendiri, sebab harap yang ingin terpenuhi tanpa peduli menoleh diri. Wahai, tegarlah dan sambutlah bahwa rasamu kini berbentuk.

“Dek, one more.

Kemudian ia memelukku hangat, dan aku pun tak bergeming, tak terasa ujung ekor mataku teteskan air mata.



#Petuah
Ged. BPKAD, 19 Juli 2018

Rabu, 18 Juli 2018

Perihal Rasa dan Lara


Bolehkan kubercerita tentang asa yang kini melara, rasanya menjemu habiskan dera. Bukan sebab datangnya pada singgasana, namun tersabab dilema yang kini kurasa. Dengarlah, wahai engkau nyanyian. Pernahkah sua meminta pada malam yang kelam? Di bawah lembayun temaran yang hening mengucap cerca.

Kumenipis hadir bukan tiada harap sebuah temu, namun naluri menjalar kabarkan iri. Menggelegar bak petir, menyentak dinding-dinding gua yang dingin. Haruskah kuteriakan engkau tepat dipendengaranmu, agar kau mengerti kuingin menepis rasa.

Namun lagi, kau terus mengiang dendangkan pujian. Bolehkah sekali lagi kutepis? Sungguh berat suaramu membayang nyata di pelupuk mata. Apakah kau sengaja? Hadir saat lara membekas dalam, luka yang mulai menanah karena harap sedari dulu yang pernah kau tepis.

Pergi saja, tanpa menaruh hati. Bisa kan?

Namun, lagi. "Tidak ada pertemuan tanpa sengaja." Ucapmu. Haruskah ku katakan bahwa kau adalah takdir, sungguh aku ingin, tapi tidak. Asaku mengingatkan bahwa kau adalah tamu yang cukup ku tawarkan segelas air, bukan sekeping hati.

Bisakah selagi lagi kupinta, pergilah tanpa perlu aku tahu kemana dirimu kan berlalu. Agar rasa yang terlanjur tumbuh itu mati, mati tanpa harus menangisimu.



Tangerang Selatan, 18 Juli 2018
-Renee Usshy-

Kamis, 31 Mei 2018

Harmoni Rindu

Dalam secerca harap bernama kisah, ia menitah seakan mengeja. Pada buaian waktu yang berbisik lirih, menjelma simfoni yang menyentuh hati. Rona pipinya memerah, namun matanya tersampul lemah.

Ia tak bersuara, meski mulut teriak menuntut cerita. "Bisakah sua tanpa perlu meminta?" Seakan menggema, bak gong dalam gua. Ia menjerit, sisakan derai air mata. Yang kini terbiarkan mengalir tanpa cela.

Tetesnya tak pernah berujung, hanya menyisakan sesak yang kini melukai hati. Jemarinya menari di atas meja yang sepi, seakan ketukannya meminta arti. Tapi hanya hening, seorang diri menepis sunyi. Oh Duhai ....

Bisakah rasa, tak pernah menggebu, sama seperti sebelumnya. Kala hadirnya tanpa pernah diminta. Lalu mengapa perginya, menyisakan bekas yang tak dapat dimengerti artinya. Bisakah hanya biasa saja, tanpa cela kecewa yang mengendap sesakkan dada.

Sebuah asa kini benar-benar mati, meninggalkan memori pada palung hati. Bisakah ia merasakan, bahwa jeritan itu terus mengiang di daun telinganya. Matanya sendu berpura-pura bahagia, seakan menyusun rencana yang sungguh paripurna. 

Haruskah berakhir sebuah penantian, setelah lara meringis sendu untuk kesekian. Pilu, menyayat sendu pada kidung kebekuan. Sampai kapan harus tangisi rindu yang tak berbalas?


#ProsaLiris

Sabtu, 19 Mei 2018

Rangkuman The Amazing Canary Series

The Amazing Canary Series merupakan kumpulan kisah-kisah imajinatif dari hewan-hewan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sebuah buku yang sangat menarik dan mengandung nilai-nilai moral, baik untuk pendidikan karakter anak-anak.

Dalam sebuah film, The Amazing Canary Series ini terangkum dalam sebuah film “Pada Zaman Dahalu” yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta.

Cerita yang ditampilkan dalam buku ini, tidak hanya sebagi media untuk melatih anak-anak terampil dalam membaca, namun juga mengajarkan akhlak atau perilaku yang baik.

Duabelas cerita yang dimulai dengan ‘Angsa berleher Panjang, Gajah bermata Kecil, Musang dan Ayam Jantan, Ular tidak Berkaki, Kelinci berekor Pendek, Ayam selalu Mengais, Bangau berbadan Kurus, Burung berwarna-warni, Semut berpinggang Ramping, Tempurung Kura-kura Retak, Kelelawar terbang Malam, dan terakhir ada Gagak berbulu Hitam’.

Duabelas cerita yang dikemas dengan bahasa yang sederhana, tertulis dengan 2 bahasa. Inggris dan Indonesia. Duabelas cerita yang dapat ditauladani pada setiap pesan  moral yang ingin disampaikan.

Misal pada cerita Semut berpinggang Ramping, tersabab hujan lebat yang tak kunjung reda yang akhirnya menyebabkan banjir. menyebabkan para rakyat dan raja semut berpindah pada tempat yang lebih tinggi dengan hanya membawa perbekalan yang dapat dibawa secara minim. Namun hujan terus turun, tak kunjung surut. Sementara persediaan makanan semakin menipis, akhirnya sang raja semut memiliki ide untuk mengikat pinggangnya dengan seutas tali berharap dapat menahan rasa laparnya, lalu teratasi. Ketika banjir telah surut, para rakyat semut dan sang raja membuka seutas tali dipinggangnya, yang membuat semua semut terkaget karena pinggangnya ramping.
 
Namun, apa yang dikatakan sang raja ketika rakyat semut bertanya mengapa pinggangnya ramping? Ia  menjawab, “Just accept it as our fate. Let our waist be like as long as we can survive the flood.” Iya, iya menjawab bahwa ini adalah takdir, tak mengapa pinggangnya menjadi ramping asal selamat dari banjir.

Dari sini kita tahu, mengapa semut berpinggang ramping, dan pesan moralnya adalah suatu masalah  dapat kita atasi jika menggunakan akal pikiran.

Untuk kamu, iya kamu. Buku ini mengajarkan bahwa semua masalah memiliki jalan keluar, dan setiap keputusan yang di ambil selalu memiliki resiko, dan sebuah resiko tergantung pada kalian yang ingin menerima atau justru sebaliknya.


Sekali lagi, kita hanya perlu membuka mata, meresapi dan memandang dengan terus berhusnudzhon. Sebagaimana Al Qur`an mengajarkan, Wa laa tai’su, janganlah berputus asa. [QS. 12:87]. Laa yukallifullaaha nafsan illaa wus`ahaa, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. [QS. 2:286]

Salaam Literasi!

Bila Menulis adalah Membaca



Menulis adalah meremajakan otak. Membiasakan diri dalam hal ini dapat membangun kreatifitas dan kinerja otak menjadi prima. Tersabab otak menjadi produktif. Untuk sebagaian orang, menulis adalah sebuah pekerjaan, dan sebagian yang lain, menulis adalah hobi. Apapun alasannya, menulis adalah kinerja yang baik.

Maka wajar, apabila orang-orang yang mendedikasikan diri dalam sebuah tulisan memiliki tingkat kreatifitas yag tinggi. Literasi yang tinggi yang tentu diimbangi dengan kegiatan membaca. Sebab seorang literasi sejati adalah ia yang mencerna teori dengan membaca lalu mengembangkannya dengan menulis.

Bila menulis adalah membaca, maka kreatifitas adalah kesungguhan. Adalah kepintaran, adalah wawasan. Dengan membaca kita mendapat informasi baru, namun dengan menulis adalah mengunjungi tempat baru. Maka tempat takkan terdeteksi tanpa ada sebuauh informasi. Sebagaimana menulis tanpa membaca, akan menjadi buta.

Najwa Shihab, terkenal tersabab sikap kritisnya terhadap situasi dan kondisi. Mengapa demikian? Sebab ia pandai berliterasi, maka wajar ia ditetapkan menjadi Duta Literasi. Maka demikian pula dengan seorang penulis, penulis yang pandai membaca adalah warisan literasi. Penerus dan pejuang literasi.

Hal yang membuat saya sedih adalah tingkat literasi masyarat Indonesia, menurut Study Central Connecticut State University yang berbasis di Amerika Serikat, menduduki peringkat kedua paling bawah, 60 dari 61 negara. Oleh sebab itu, komunitas One Day One Post (ODOP) menggagas kegiatan membaca ini dalam bentuk Reading Challenge ODOP (RCO). Sebuah kegiatan tantangan membaca. Yang mana kegiatan ini terbuka secara umum –untuk semua tingkatan ODOP-, di awali dengan standard paling mudah, membaca minimal halaman yang sudah ditentukan para Penanggung jawab atau biasa disebut PJ.

Hingga naik tingkatan, naik pula tantangan. Semakin naik maka akan semakin terasa tantangannya. Baik secara teori atau pun praktik. Terciptanya RCO ini, tak lain tak bukan demi untuk kelangsungan lancarnya menulis, membuat tulisan lebih berkualitas, untuk menyerap ilmu-ilmu baru yang dibaca hingga diplementasikan pada sebuah tulisan. Mendidik para penulis bersikap kritis, dan berwawasan luas. Sayangnya, saat ini RCO hanya sebuah kelas lanjutan sekaligus kelas pilihan setelah dinyatakan lulus ngeODOP. Semoga next season, kelas ini dapat masuk pada kelas awal, yang kemudian disesuaikan.

Reading challenge ini benar-benar mengembalikan moody saya, secara garis statistic menjaga minat baca saya, kelak nanti saya dapat berbagi kepada mereka dan mengatakan bahwa membaca memang membuka jendela dunia. Menjadi penerus literasi dan dapat memajukan bangsa. Bersama komunitas ini, menggenggam teguh menjadi penerus bangsa dengan meningkatkan minat baca.

You are what you read! Yah, membaca akan menentukan diri kita, apa yang kita bicarakan dan apa yang kita lakukan.

Tetaplah membaca, dan salam Literasi!



#OneDayOnePost #RC-ODOP

Sabtu, 05 Mei 2018

Resensi Film vs Novel : Negeri 5 Menara

Hasil gambar untuk negeri 5 menara

Sumber Gambar : Gramedia.com

“MAN JADDA WA JADDA, siapa yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil.”

Tagline yang tak asing lagi didengar, baik secara arti maupun harfiah. Sepotong kalimat yang akhirnya menjadi booming bersamaan tenarnya baik dalam film ataupun buku berjudul Negeri 5 Menara.

Sebuah buku dari trilogy Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara. Yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, pria kelahiran Danau Maninjau, yang tak jauh dari kampung Buya Hamka.

Judul                           : Negeri 5 menara
Pengarang                   : Ahmad Fuadi
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit                 : Tahun 2009
Jumlah halaman           : XII + 423 halaman

Sebuah Novel fiksi yang dibalut begitu epic dan religi. Perjalanan 6 orang sahabat yang berbeda pemikiran, mimpi juga daerah, yang diketemukan dalam sebuah tempat bernama Pondok Madani. 6 orang yang kemudian disebut sebagai Shohibul Menara. Karena kegemarannya duduk di bawah menara Pondok Madani.

Keenam tokoh tersebut adalah Alif Fikri yang berasal dari Padang, Atang yang berasal dari Bandung, Raja dari Medan, Dulmajid yang berasal dari daerah Sumenep, Said dari kota Mojokerto, dan terakhir Baso yang berasal dari sebuah daerah di Sulawesi Selatan bernama Gowa.

Di awali cerita tentang Alif Fikri sebagai tokoh utama yang telah berhasil menjadi wartawan di Washington DC. Cerita berawal ketika ia mendapatkan pesan dari teman lamanya yang bernama Atang yang telah menjadi orang sukses di Kairo. Ketika mendapatkan pesan tersebut, Alif teringat akan masa lalunya di Maninjau dan Pesantren Madani bersama teman temannya.

Pada bab berikutnya menceritakan bagaimana Alif yang tidak berani menolak permintaan ibunya walaupun hatinya meronta mahu menyertai bidang impiannya bersama sahabatnya, Randai, untuk masuk sekolah SMA.
Dalam setiap bab pada novel ini, seperti membaca satu episode. Sebab peristiwa yang terperinci juga diskripsi yang tajam. Sebuah novel yang mengangkat isu pendidikan, memberi wawasan terhadap penilaian pesantren yang orang bilang bahwa orang keluaran pondok hanya akan menjadi pemuka agama. Dalam novel ini, justru adalah pembantahan daripada itu.

Sebuah novel sederhana yang jujur, sebab mengangkat institusi sekolah agama ke kancah yang lebih tinggi, maka wajar apabila novel ini mendapatkan penghargaan Nominasi Khatulistiwa Award 2010 dan Penulis Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca Indonesia. Buku ini pun tercetakk sebanyak 170000 eksemplar hanya dalam kurun waktu 2 pekan.

Dari buku ini, kita akan dibawa pada suasana pondok dalam segala aktifitas yang tentu bukan berkesan pada fisikal tetapi pada hati. Sebuah perjalanan tentang sebuah keikhlasan baik belajar maupun mengajar. Sangat memberi aura positif juga membuka mindset, baik dari segi film ataupun buku. Pada sisi buku, kita akan di ajak pada gaya kepenulisan sang penulis dengan bahasa daerahnya.


This is recommended for you!

Rabu, 02 Mei 2018

Pembuka Islam di Tanah Persia

Hasil gambar untuk pembuka islam di tanah persia

Saat ini, istilah Persia sering merujuk kepada Iran; Persia digunakan untuk isu sejarah dan kebudayaan, dan Iran digunakan untuk isu politik. Bangsa yang kemudian hari mempoklamirkan diri sebagai Republik Islam Iran.

            Dari buku karya Dr. Abdul Aziz bin Abdullah al-Humaidi, kita akan tahu bagaimana islam berkembang di Persia, hingga kisah para mujahid yang berjuang di jalanNya demi mengakkan Islam. Sedikit gambaran seperti berikut ini;

Isyarat Rasulullah s.a.w. akan wafat dan terpilihnya Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pengganti.

Rasulullah s.a.w. telah menunaikan amanah risalahnya yang harus di sampaikan kepada umat manusia. Kemudian, Allah memberi pilihan; apakah ingin tetap berada di dunia hingga masa tertentu atau segera berjumpa dengan Allah SWT. Sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhori dari Sais al-Khudri r.a, dia berkata, “Rasulullah s.a.w berkhotbah dihadapan manusia. Beliau berkata, ‘Allah telah memberi pilihan pada seorang HambaNya anata dunia (sementara) ataukah, degera dapat menemuiNya, hamba itu lalu memilih segera berjumpa kepada Allah.”

Mendengar hal itu Abu Bakar menangis, orang-orang pun kaget dengan tangisnya. Abu Bakar menangis karena dia paha dan sadar bahwa hamba yang disebutkan oleh Nabi tersebut adalah Rasulullah saw sendiri. Kemudian Rasulullah saw melanjutkan, ‘Sesungguhnya seorang yang memberi rasa aman bagiku dalam persahaban atau harta adalah Abu Bakar. Seandainya aku diberi kekasih selain Tuhanku, maka akan aku pilih Abu Bakar, tetapi cukuplah dalam persahabatan dan kasih saynag dalam islam. Sungguh, tidak ada pintu masjid yang tertutup, kecuali, pintu Abu Bakar (selalu terbuka).’”(HR. Bukhori)

Pesan itulah yang kemudian mejadi pijakan para sahabat untuk meneguhkan Abu Bakar sebagai pengganti beliau sepeninggalnya. Yang kemudian semua orang berbaiat kepada Beliau setelah sebelumnya dilakukan baiat kepadanya di dalam Tsaqifah Bani Sa`idah.

Setelah Rasulullah saw wafat, Abu Bakar berkeinginan melanjutkan apa yang menjadi cita-cita beliau, meski tak mudah memutuskan pemberangkatan pasukan Usamah menyerbu Romawi karena baru saja ada sedikit perselisihan terkait pengganti Rasulullah di kalangan Anshar. Namun, usulan muncul dari Urwah bin Zubair untuk segera mengirimkan pasukan Usamah –mellihat banyaknya terjadi aksi murtad suku-suku Arab ditambah lagi munculnya kaum munafik. Musailamah al-Kadzab dan Thulaihah al-Asadi adalah contohnya. Pada masa ini, akhirnya kaum murtad pun mampu diperangi. Pertempuran massif yang digagas oleh Abu Bakar r.a menuai prestasi. Islam menjadi agama yang besar dan dianut pleh penduduk semenanjung Arab.

Pengorbanan dan kepahlawanan yang dilakukan para sahabat dalam melawan kaum murtad telah menjadikan kabilah-kabilah Arab tunduk pada pemerintahan islam. Kemudian misi selanjutnya adalah menyebarkan islam ke daerah yang lebih luas dan menghapus pemerintahan yang  masih dinaungi system jahiliyah.

Umat islam sukses mencapai kegemilangan dalam pemerintahan Abu Bakar dalam waktu kurang dari 1 setengah tahun, msaa yang cepat dan sulit diraih umat-umat lainnya. Tentu, itu semua berkat pertolongan Allah. Selain keteguhan Abu Bakar dan komandan-komandannya yang tangkas. Seandainya jihad itu tidak digelorakan olehnya, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada suku-suku dan kabilah-kabilah itu. tentu, mereka akan kembali kepada masa jahiliyah dan salling berperang.

Pentingnya mengenal sejarah.

Dari sini kita akan tahu bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil, sebagaimana ketangguhan pada sahabat dalam memerangi kaum murtad yang akhirnya menjadikan semenanjung Arab tunduk  pada pemerintahan Islam. Jika tanpa Abu Bakar, maka tidak menjadi jaminan bahwa negeri ini pun menjadi negeri yang murtad. Na`udzubillah.


#tugasRCO3
#Tugas1level3

#OneDayOnePost

One More

“Dek, dengarkan ini.” Ucapnya. Lalu aku terdiam, tunduk mendengarkan. Bukan terkadang membahas rasa, tapi ia tak pernah berhent...